Beranda | Artikel
Kunci Sukses Pendidik: Lemah Lembut dan Musyawarah
18 jam lalu

Kunci Sukses Pendidik: Lemah Lembut dan Musyawarah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 15 Rabiuts Tsani 1447 H / 7 Oktober 2025 M.

Kajian Tentang Kunci Sukses Pendidik: Lemah Lembut dan Musyawarah

… فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl[16]: 43)

Umat Islam diperintahkan untuk bertanya kepada ahli ilmu apabila tidak mengetahui suatu permasalahan. Meminta nasihat dan bimbingan kepada orang yang berilmu merupakan suatu kewajiban.

Meminta nasihat harus dilakukan dengan keterbukaan dan kejujuran. Terkadang, masalah ditutupi sehingga ahli ilmu tidak mendapatkan gambaran yang sebenarnya, yang mengakibatkan solusi yang diberikan menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, kejujuran dan keterbukaan sangat diperlukan agar ahli ilmu dapat memberikan bimbingan yang tepat.

Meminta nasihat bertujuan untuk mencari solusi, bukan untuk mencari pembenaran. Banyak orang yang mengatasnamakan curhat atau bertanya kepada mufti atau ahli ilmu hanya untuk mencari pembenaran atas apa yang dilakukannya. Ini adalah bentuk ketidakjujuran dalam meminta nasihat, sehingga nasihat yang diberikan tidak tepat sasaran. Seseorang harus menyiapkan diri untuk mendengar, menyimak, dan memahami apa yang disampaikan karena tujuannya adalah mencari penyelesaian, bukan membenarkan diri sendiri atau melemparkan kesalahan kepada pihak lain. Inilah bentuk ketidakjujuran dalam ilmu. Demikianlah cara meminta nasihat atau berkonsultasi dengan ahli ilmu atau ulama untuk mencari solusi dan penyelesaian dari masalah yang dihadapi.

Pentingnya Terus Belajar dan Berkembang

Manusia pada dasarnya adalah jahil (tidak tahu) dan senantiasa perlu belajar serta diberi kemampuan untuk itu. Remaja perlu dimotivasi untuk terus belajar dan berkembang, mengakui kesalahan, kemudian mau melakukan perubahan dengan terus menuntut ilmu. Jangan patahkan semangat mereka untuk menuntut ilmu. Perkara yang paling celaka atau paling berbahaya bagi seseorang adalah ketika ia merasa tidak bisa lagi belajar atau perjalanannya menuntut ilmu terhenti.

Seberat apapun masalah yang dihadapi remaja, semangat mereka untuk terus belajar perlu dipompa. Hidup ini adalah proses belajar; menuntut ilmu tidak hanya di sekolah, kelas, atau masjid, melainkan juga dari kehidupan itu sendiri sebagai madrasah. Apabila seseorang bisa mengambil ibrahnya (pelajaran), belajar dari setiap apa yang dilalui, maka pengalaman adalah guru yang terbaik. Dengan bekal ini, diharapkan remaja dapat melewati rintangan-rintangan berikutnya, bahkan tanpa kehadiran orang tua sebagai pendamping di sisi mereka.

Bekal ini sangat penting karena orang tua tidak selamanya dapat berada di samping remaja untuk mendampingi atau menyertai mereka. Oleh karena itu, penting untuk memberikan bekal ini: jangan pernah berhenti belajar, dan jangan pernah merasa tidak mampu untuk belajar. Semua bisa belajar, asal memiliki kemauan, karena manusia dibekali akal untuk belajar.

Prinsip seorang mukmin adalah menuntut ilmu sampai ke liang lahad. Prinsip ini dipegang teguh oleh para ulama. Setinggi dan sebanyak apapun ilmu yang mereka miliki, mereka terus belajar. Ibnu Mubarak pernah ditanya, “Sampai kapan engkau menuntut ilmu?” Beliau menjawab, “Sampai mati.” Jawaban serupa juga disampaikan oleh ulama lain seperti Imam Ahmad dan Imam Syafi’i. Mereka yang belajar sejak kecil terus menuntut ilmu sampai menjadi imam. Ini adalah tugas sepanjang hidup, dan dengan ilmu, kebahagiaan dapat diraih.

Imam Syafi’i berkata, “Barang siapa yang ingin dunia, hendaklah dengan ilmu. Barang siapa yang ingin akhirat, hendaklah dengan ilmu. Dan barang siapa yang ingin kedua-duanya, hendaklah dengan ilmu.” Ini berarti seseorang harus terus belajar dan tidak ada kata berhenti atau selesai dari belajar. Hal ini harus ditanamkan kepada remaja agar mereka bisa terus berkembang, meskipun nantinya tanpa kehadiran orang tua di sisi mereka, karena telah diletakkan landasan yang kokoh dan kuat.

Disadari bahwa masalah hidup tidak akan selesai, akan terus datang silih berganti, bahkan bertubi-tubi. Jadi, bekal ini mesti ditanamkan dan diberikan kepada anak-anak, terutama para remaja, di mana masa remaja adalah waktu yang tepat untuk betul-betul belajar menuntut ilmu. Dengan ilmu yang mereka miliki, mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, walaupun tanpa kehadiran orang tua. Demikian beberapa poin mengenai cara menanamkan dalam pikiran mereka hal-hal yang perlu mereka lakukan untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.

Kunci Sukses Pendidik: Lemah Lembut dan Musyawarah

Pada bab terakhir buku ini, terdapat satu ayat yang luar biasa. Ayat ini diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ditujukan kepada beliau, dan sebagai pedoman bagi umat beliau. Ayat dalam Surah Ali Imran ayat 159 ini merupakan pedoman dan asas bagi seluruh pendidik, baik guru, orang tua, maupun siapa pun yang melaksanakan tugas mendidik. Ini adalah salah satu pedoman yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Nabi-Nya, yaitu firman Allah:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka karena rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran[3]: 159)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan beberapa kunci sukses Nabi sebagai pendidik dan pendakwah kepada bangsa Arab. Ini juga merupakan perkara yang akan membantu dalam membina hubungan dengan anak-anak dan peserta didik, serta dapat melembutkan hati mereka sehingga dapat menerima setiap pelajaran yang diberikan. Seperti yang dikatakan oleh para ulama, kebenaran itu berat, jangan diperberat lagi dengan cara penyampaian yang salah. Jika disampaikan dengan cara yang salah, kebenaran akan semakin sulit diterima. Demikian juga pelajaran yang disampaikan jika diberikan dengan cara yang salah akan memperberat mereka untuk menerimanya. Namun, jika dilakukan dengan cara yang benar, hal ini akan membantu mereka untuk dapat menerimanya.

Tiga Tingkatan Hidayah Ilmu

Dalam bab ilmu dan hidayah, ada yang disebut hidayatul irsyad wal bayan (petunjuk dan penjelasan) yang memiliki tiga tingkatan:

  1. Mendengar Ilmu: Ini adalah tingkatan pertama. Jika seseorang tidak mau mendengar ilmu atau nasihat, maka tidak mungkin ia dapat memahaminya.
  2. Memahami Ilmu: Tingkatan kedua adalah memahami kebenaran atau ilmu setelah mendengarnya. Banyak orang yang hanya sampai pada level mendengar, tetapi tidak sampai pada level memahami. Bahkan, ada yang tidak sampai pada level pertama, yaitu mendengar ilmu. Jika level pertama tidak terlewati, level kedua tidak akan terlewati.
  3. Mengamalkan Ilmu: Level terakhir adalah mengeksekusi, mengamalkan, atau menerima ilmu setelah memahaminya. Banyak orang yang memahami tetapi tidak mengeksekusi, tidak melakukan, atau tidak menerima ilmu tersebut.

Ketiga tingkatan ini harus dilewati seluruhnya agar ilmu menjadi ilmu yang bermanfaat. Jika tidak, ilmu mungkin akan menjadi hujjah (bukti atau argumentasi) yang justru akan mengalahkan atau menyerang hamba itu pada hari kiamat. Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

والقرآن حجَّةٌ لكَ أو عليكَ

“Al-Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau penuntutmu (melawanmu).” (HR. Muslim)

Ada banyak contoh mengenai hal ini. Ada yang telah melewati level pertama dan kedua, tetapi tidak melewati level ketiga. Contohnya adalah Abu Thalib, yang telah mendengar dakwah Nabi, bahkan memahami apa yang Nabi maksud dari dakwah beliau. Hanya tinggal satu level lagi, yaitu menerimanya, namun ini tidak terlewati. Beliau tidak menerima hidayah itu. Beliau belum bisa menerima hidayah yang sudah didengar dan dipahami, sehingga turunlah ayat:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ…

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Qasas[28]: 56)

Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Thalib yang bahkan mengakui kebenaran agama yang dibawa Nabi dan memahami betul apa yang Nabi maksud dari dakwah beliau, tetapi sayang beliau belum bisa menerimanya. Ada juga yang bahkan tidak mau mendengarnya, contohnya Abu Lahab. Abu Lahab adalah orang yang paling keras melarang Nabi membacakan Al-Qur’an di kota Makkah pada saat itu. Maka turunlah ayat berkenaan dengan orang ini:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ ‎﴿١﴾‏ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ ‎﴿٢﴾‏ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ ‎﴿٣﴾‏

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).” (QS. Al-Lahab[111]: 1-3)

Orang ini tidak akan sampai kepada level terakhir yaitu menerima hidayah, karena ia bahkan tidak mau mendengarkannya. Demikianlah level hidayah atau level ilmu.

Dalam berdakwah, terkadang pendidik mengukur kemampuan orang lain. Mungkin levelnya adalah mendengar terlebih dahulu; memahami mungkin memerlukan waktu. Jangan memaksa, karena ada ayat:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ…

“Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS. Al-Baqarah[2]: 256)

Yang terpenting adalah mereka mau mendengar terlebih dahulu, karena akan sulit jika mereka tidak mau mendengar, apalagi memahami. Satu ilmu atau kebenaran mungkin perlu didengar berkali-kali, tidak cukup satu atau dua kali. Terkadang, seseorang menyampaikan hadits atau ilmu kepada orang yang lebih paham untuk kemudian dipahami dan disampaikan. Artinya, pemahaman manusia juga bertingkat-tingkat, tidak sama, dan tidak bisa diukur dengan diri sendiri.

Banyak pendidik yang tidak sabar dan berkata, “Masa begitu saja tidak paham?” Mungkin memang ada yang belum paham. Jadi, jangan diukur dengan diri sendiri. Mungkin sekali dengar sudah paham, tetapi ada orang yang perlu berkali-kali mendengar dan membutuhkan waktu lebih lama untuk paham. Nabi berdakwah membutuhkan waktu yang lama, 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah, total 23 tahun. Ini bukan waktu yang singkat, melainkan waktu yang panjang.

Demikian juga terhadap anak-anak didik. Pendidik harus bisa memahami mereka. Jika level mereka baru pada tahap mau mendengar, itu sudah patut disyukuri. Ada sebagian orang tua mengeluh anaknya tidak mau mendengarkan kata-katanya, sehingga mereka dianggap seperti “radio rusak.” Maka, bagaimana anak ini bisa memahami apa yang ingin disampaikan? Mungkin perlu waktu yang agak panjang dan perlu disampaikan berulang-ulang. Nasihat perlu diulang-ulang. Ini bukan masalah kenyamanan di telinga, karena kebenaran terkadang memang membosankan atau tidak enak didengar. Itulah sifat ilmu. Jika terlalu nyaman di telinga, justru perlu dipertanyakan apakah itu benar-benar ilmu.

Nasihat memang tidak enak didengar, sehingga perlu disampaikan berulang-ulang. Mungkin cara penyampaian nasihat yang perlu diubah, tetapi pesan tersebut harus terus disampaikan berulang kali agar akhirnya anak dapat memahami. Jika hanya sekali dua kali, belum tentu anak-anak paham. Level pemahaman murid-murid juga berbeda-beda, terbukti dari nilai rapor yang tidak sama. Manusia memiliki kekuatan pemahaman yang berbeda-beda terhadap satu pelajaran atau ilmu. Oleh karena itu, jangan diukur dengan diri sendiri dan kemudian berkata kepada anak, “Kamu begitu saja masa tidak paham?” Kadang-kadang anak diberi stigma bodoh atau kata-kata kasar lainnya, menunjukkan ketidaktahuan pendidik karena anak mungkin belum memahami apa yang disampaikan. Padahal, ada banyak remaja yang bahkan tidak mau mendengarkan nasihat dari orang tuanya. Ini menjadi tantangan, dan hati mereka perlu dirayu agar mau mendengarkan nasihat.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55682-kunci-sukses-pendidik-lemah-lembut-dan-musyawarah/